Senin, 07 Januari 2013

Kisah Keelokan Batik Madura

Dari pelosok kembali ke pelosok. Begitulah judul perjalanan hidup Riana Dwie Yuliani. Umur 1 tahun pindah ke Papua. Sekarang, tinggal di sebuah desa di Pamekasan Madura. Tapi dengan internet, ia membawa Batik Madura melintasi benua.

Sekitar 1 tahun, sang ayah yang berdinas di Departemen Transmigrasi membawanya tinggal di Papua. Berkenalan dengan malaria mulai dari Nimbokrang, 3 jam dari Sentani, hingga Koya Barat. Sang Ayah meninggal ketika Riana berusia 8 tahun. Bersama ibu, seorang kakak dan adik, ia tetap tinggal di Papua walau sekeluarga hidup terpisah.

Setelah menyelesaikan SMA-nya, Riana melanjutkan kuliah di Jawa, tepatnya di Unair. Pernikahan dengan kakak angkatan, membawanya kembali hidup di desa Panaguan, Larangan, Pamekasan Madura.

Tinggal di pelosok bukan berarti harus berwawasan sempit atau tidak terampil memanfaatkan teknologi. Riana yang kagum dengan keelokan Batik Madura bisa melihat kemungkinan di masa mendatang. Ia melihat ada peluang bisnis yang bisa dimanfaatkannya. Ada banyak pengrajin batik di Pamekasan sehingga tak heran Pamekasan mendeklarasikan diri sebagai kota batik.



Batik Madura memang khas, baik motif maupun warnanya. Warna batik madura itu berani dan menggetarkan. Dalam sebuah kain batik bisa terdapat dua atau lebih warna yang berpadu secara elok. Motif batik madura memiliki kisahnya masing-masing, sebagian diambil dari motif tumbuhan, hewan serta motif kombinasi hasil kreasi pembatik sendiri.



Tapi bagaimana bisa berbisnis Batik Madura? Peminat Batik Madura cenderung memilih berbelanja di Bangkalan, yang relatif terjangkau dari pada harus jauh ke Pamekasan. Sementara, Riana tidak bisa melakukan perjalanan jauh mengingat ketiga anak yang harus diurusnya.



Ia terpikir untuk menggunakan internet khususnya facebook sebagai medianya untuk menjalankan bisnis. Tapi itu pun tidak mudah, akses internet di rumahnya adalah barang langka. Beberapa tahun belakangan, akses internet bisa menjangkau rumahnya.
Bermodalkan uang tabungan 10 juta, akhirnya Riana mulai merintis bisnis batik madura. Semuanya batik tulis, hasil karya pengrajin batik. Setelah berdiskusi dengan beberapa orang akhirnya ia menamai usahanya Batik Madura Raddina.
Ia membuat akun Pages Facebook Batik Madura Raddina dan menawarkan Batik Madura mulai dari saudara, teman hingga orang-orang yang berminat dengan batik di Facebook. Sekarang, anda juga bisa follow twitternya @BatikRaddina.


Langkahnya mendapat respon bagus dari banyak orang. Bisnisnya mulai berjalan dan ia mendapatkan sedikit pemasukan. Tips menariknya adalah Riana tidak asal tag orang lain ke foto batiknya. Ia mengirim pesan terlebih dahulu, bila berkenan ia akan men-tag orang tersebut.
Penggunaan internet dan media sosial membuat Riana bisa memperpendek jalur distribusi batik dari pengrajin ke pembeli. Karena itu, Riana cenderung berani membeli batik dari pengrajin dengan harga yang lebih pantas.
Herannya, upayanya ini mendapat respon yang membingungkan, pengrajin tetap ingin harga lama yang lebih rendah. Akibatnya, Riana harus menjelaskan kepada para pengrajin akan kebanggaan dan penghargaan akan karya mereka.
Sekali lagi pelosok tidak membuat wawasan orang menjadi sempit. Riana melihat ada beberapa perempuan di sekitar rumahnya yang cukup terampil menjahit. Walau demikian, mereka tidak produktif karena tidak ada bisnis yang membutuhkan keterampilan mereka. Selain itu, mereka juga tidak berani membuka usaha sendiri.




Riana pun mengajak mereka bergabung dan memperluas usahanya menjadi jahit online. Hebatnya, peralatan jahit online ini berasal dari keuntungan berbinis Batik Madura selama setahun sebelumnya.
Ia mendidik para perempuan itu agar bisa memenuhi standar kualitas yang ditetapkannya. Riana memberi mereka kain batik untuk dijahit menjadi baju. Setelah selesai, baju itu di periksa sekaligus menjadi ajang pembelajaran. Latihan ini butuh beberapa kali sebelum mereka bisa menjahit untuk pesanan bisnis jahit online.
Bisnisnya mulai berjalan sehingga ia harus menggunakan ruang tamu rumahnya sebagai workshop sekaligus kantor Batik Madura Raddina. Sekarang, bahkan karyawannya yang lulusan SMA telah mampu mengoperasikan Facebook untuk melayani kebutuhan pelanggan.
Bagi Riana, bisnis itu berbagi dan belajar. Para karyawan tidak sekedar mendapat gaji tapi juga mendapat bonus dari prestasi mereka. Riana mengajak dan menantang karyawannya untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan mereka.
Usaha Riana berjalan cukup menjanjikan. Pesanan tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga dari luar negeri. Tercatat ia telah melayani pesanan dari Australia, Belanda, Kanada, dan Swiss. Internet dan media sosial bisa menjadi media untuk membawa keelokan Batik Madura ke 3 benua.


Walau demikian, Riana masih mempunyai cita-cita yang belum tercapai. Pertama, ia ingin memberikan pendidikan menjahit kepada lebih banyak orang di sekitarnya. Sehingga, dampak ekonomi dari bisnisnya bisa dirasakan lebih luas. Kedua, ia ingin mendokumentasikan motif batik madura agar lestari dan dapat dipelajari oleh generasi berikutnya.
Bagaimana komentar anda tentang keelokan Batik Madura Raddina?

Sumber : Artikel ini ditulis oleh @bukik di  http://bukik.com/2011/07/28/kisah-keelokan-batik-madura/



Jumat, 04 Januari 2013

Batik Tulis atau Batik Tangan??

Membedakan macam-macam batik itu gampang gampang sulit, gampang bagi ahlinya sulit untuk orang awam hehe. 

Kali ini saya akan bercerita tentang batik yang akhir akhir ini marak diproduksi dan diperjualbelikan baik di pasar batik 17 agustus maupun secara online. Si bapak pengrajin menjualnya dengan nama batik tulis tapi saya perhatikan dengan teliti seperti bukan tulis setelah saya desak dengan pengetahuan batik saya pada akhirnya beliau mengatakan itu batik “TOK” hmmm apa itu batik tok?

Menurut mereka itu buatan tangan jadi tetep tulis hehe jadi harus diterjemahkan yang tepat apa yang disebut batik tulis, cap, textil bermotif batik (printing) atau ada istilah baru “Batik Tok” “Batik Tangan”. Menurut saya pribadi sih itu masuk batik cap :D
Tok = bagian motif titik titik kecil putih membentuk motif daun

Yang disebut batik “Tok” itu tetep batik yang proses pembuatannya menggunakan lilin malam dan seterusnya seperti batik biasanya. Hanya saja tidak dicanting dengan canting tradisional tapi menggunakan alat paku yang dibentuk menjadi sebuah motif sederhana yang dibentuk dengan cara memaku ke kayu atau bisa juga dilas. Bisa dibayangkan ya...kayu dipaku dengan susunan yang membentuk desain motif tertentu. 

Tok = bagian pinggiran bawah berupa titik titik putih yang membentuk motif garis, bunga dan melingkarTok = bagian pinggiran bawah berupa titik titik putih yang membentuk motif garis, bunga dan melingkar


Tok = titik-titik putih motif daun dan pinggiran bawah

Alat ini langsung aja dicelupkan ke lilin dan di “tok”kan ke kain mori, biasanya sebagian di”tok” dan sebagian dicanting jadi orang awam gak akan tau itu bukan batik full tulis. Saya tidak tau apakah pengrajin-pengrajin ini sengaja menipu calon pembelinya demi keuntungan semata ataukah ada maksud lainnya. Tentu saja saya gak berburuk sangka hanya saja melihat betapa si penjual/pengrajin ini mempertahankan bahwa itu batik tulis yang malah membuat saya sulit menghilangkan pikiran buruk di otak saya :( *maafkan saya bapak pengrajin.

Tok = bagian pinggiran bawah berupa titik titik putih yang membentuk motif garis, bunga dan melingkar

Sebelum saya menulis ini saya juga bertanya-tanya pada beberapa orang pengrajin lainnya untuk mencari tau apa bener dugaan saya. Semakin kuat saja dan menjadi sebuah kenyataan pahit jika tau mengapa sebagian pengrajin ini melakukan cara itu.

Ini motif Car Pacaran, dulu banyak yang suka sekarng dibuat tok itu bagian titik-titik putih membentuk motif car pacaran (daun pacar) 


Harga dan persaingan yang sangat ketat dan gak ada perlindungan dari pemerintah atau tokoh-tokoh batik yang berpengaruh di kota Batik ini yang saya duga sebagai latar belakang timbulnya “Batik TOK” ini. Kenapa??

Dengan menggunakan media paku yang dibentuk motif bisa mempercepat waktu kerja yang secara langsung akan bisa menekan biaya produksi. Pastinya akan dijual lebih murah daripada batik yang full tulis dan itu kenyataannya. Sangat disayangkan kondisi ini terjadi tapi saya sangat bisa memaklumi kenapa para pengrajin ini melakukan hal ini. Terlalu banyak orang yang menggantungkan hidup mereka pada batik di Pamekasan. Desain yang baru keluar dan laku keras pasti akan ditiru dan produksinya membludak, tentu saja harga akan anjlok....ini prinsip ekonomi dasar. Industri kreatif harus selalu bergerak menghasilkan motif-motif baru tapi kalo baru aja ngeluarin motif baru langsung ada yang jiplak dan menjualnya lebih murah ya lama kelamaan lelah juga. Menyedihkan :( . Motif dipatenkan?? Ah percuma saja, tetep aja akan ditiru, mau dituntut secara hukum?? hanya akan menyita energi dan waktu. Bagaikan makan buah simalakama kan?

Tau gak pengrajin-pengrajin yang bener-bener pengrajin itu hanya mendapat keuntungan berkisar 2.500 – 10.000 saja? Itu aja kalo laku secara penjual di pasar batik di Pamekasan seabreg gubreg dengan saingan yang banyak tentu mereka harus memutar otak agar produknya laku. Miris kan?? Dengan dibuat batik TOK mereka bisa menjual batiknya dengan harga lebih murah.

Sebenarnya kondisi ini gak akan terjadi kalo saja ada sebuah komunitas atau paguyuban yang tentunya dibawah binaan pemerintah yang tugasnya mengumpulkan dan menorganisir pengrajin dan pedagang batik ini, mengatur harga jual minimal batik jadi gak akan terjadi saling sikut antara pengrajin. Alangkah baiknya jika ini bisa disosialisasikan sehingga kesejahteraan pengrajin terjamin.

Tentu saja tidak semua pengrajin membuat "batik tok" ini, masih ada juga pengrajin yang memegang teguh idealisme dalam membatik. Harga jual memang mahal tapi bener-bener sebuah karya seni yang indah, warisan budaya yang sangat membanggakan.

Ini hanya pendapat saya sebagai pecinta batik madura terutama Pamekasan, selama ini saya membantu pemasarannya,  memberi komisi pada pengrajin disetiap akhir bulan puasa tapi mohon maaf sejak penjual online saling menjatuhkan harga saya gak sanggup lagi melakukan itu. Cukup bisa bertahan dan tidak memecat karyawan saya sudah alhamdulillah banget. Menjaga nama baik, menjaga kualitas, selalu jujur dan amanah. Insya Allah jika kita lakukan itu rejeki akan datang dan barokah...aminn :)

Segala sesuatu pasti ada efek positif dan efek negatif, kemajuan tekhnologi, internet, Facebook, BlackBerry, dan semakin terkenalnya batik madura membawa kedua efek tersebut. Bagaimana caranya kita usahakan menekan efek negatifnya agar tidak menggerus efek positif yang ada.

Sekian.